Kamis, 20 Oktober 2011

Mobilitas penduduk

Mobilitas Penduduk

Berkaitan dengan tema tersebut, Laporan UNDP menyimpulkan bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor utama dari mobilitas manusia, baik di dalam maupun melewati batas Negara. Bagi banyak orang di seluruh dunia, berpindah dari kota asal atau kampung halaman merupakan pilihan terbaik –bahkan terkadang merupakan satu-satunya pilihan- yang terbuka untuk memperbaiki kesempatan dalam hidup mereka. Migrasi dapat menjadi cara yang sangat efektif untuk meningkatkan penghasilan, tingkat pendidikan dan partisipasi individu dan keluarga, serta memperbaiki prospek anak-anak mereka di masa depan. Secara mendasar, nilai yang terkandung dalam migrasi mencerminkan kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri tempat untuk menetap yang merupakan elemen penting dari kebebasan manusia.

Pada saat orang berpindah, mereka memulai perjalanan penuh harapan dan ketidakpastian. Apabila mereka berhasil, inisiatif dan usaha mereka dapat memberikan manfaat yang besar kepada keluarga yang mereka tinggalkan dan masyarakat di tempat yang baru, sehingga mobilitas tersebut dapat memperbaiki pembangunan manusia. Laporan UNDP memperlihatkan bahwa mayoritas migran telah mendapatkan manfaat berupa peningkatan penghasilan, akses pendidikan dan kesehatan, serta kehidupan yang lebih baik bagi anak mereka. Namun demikian terdapat kelompok migran yang rentan terhadap berbagai resiko dan ketidak-pastian, seperti para migran dengan ketrampilan yang sangat terbatas (unskilled), migran belia yang diperdagangkan, dan pengungsi yang berpindah akibat suatu tekanan atau konflik politik. Para migran yang tidak memiliki ijin tinggal resmi akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan sepenuhnya jaminan perlindungan dan pelayanan publik (termasuk pendidikan dan kesehatan) dari pemerintah setempat. Hal ini terjadi bukan hanya bagi migran internasional, tetapi terjadi pula bagi migran domestik yang tidak memiliki kartu tanda penduduk di tempat yang baru.

Secara kuantitatif, UNDP memperkirakan terdapat lebih dari 740 juta orang yang melakukan migrasi internal di dalam negaranya. Sedangkan dari jumlah penduduk yang melakukan migrasi secara internasional, sebesar 48% adalah wanita dan sebanyak 200 juta orang berpindah dari satu negara berkembang ke negara berkembang lainnya, serta hanya kurang dari 70 juta orang yang berpindah dari negara berkembang ke negara maju.

Untuk memaksimalkan dampak pembangunan manusia dari migrasi, UNDP mengusulkan 6 pilar rekomendasi bagi Pemerintah, yaitu:

  1. meliberalisasi dan menyederhanakan prosedur resmi bagi tenaga kerja tak terampil untuk mencari kerja di luar negeri,
  2. menjamin hak-hak dasar bagi para migran,
  3. mengurangi biaya transaksi terkait dengan migrasi,
  4. memperbaiki hasil keluaran yang menguntungkan bagi migran dan komunitas tempat tujuan,
  5. memungkinkan manfaat dari mobilitas internal,
  6. menjadikan mobilitas sebagai bagian integral dari strategi pembangunan nasional.

Bila dicermati secara mendalam, mobilitas penduduk bukanlah merupakan sesuatu yang baru bagi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar dan terdiri dari berpuluh ribu pulau. Mobilitas penduduk di Indonesia bergerak dari desa dan kota (urbanisasi), antar daerah antar provinsi (termasuk program transmigrasi), serta berpindah ke negara lain. Migrasi penduduk Indonesia ke negara lain lebih mendapatkan perhatian karena telah melintas batas kedaulatan negara dan bersinggungan dengan peraturan hukum dan kewenangan pemerintahan di negara tujuan. Pada saat ini diperkirakan jumlah migran Indonesia di luar negeri mencapai 5,6 juta jiwa, dimana 4,1 juta jiwa (atau sekitar 73%) adalah perempuan dan umumnya tenaga kerja Indonesia di luar negeri bekerja pada sektor informal, seperti pekerja rumah tangga dan pekerja bangunan.

Keberadaan tenaga kerja Indonesia di luar negeri telah memberikan kebaikan kepada keluarga, daerah dan negara, sehingga mereka sudah selayaknya diperlakukan sebagai Pahlawan Devisa. Data Bank Indonesia mencatat bahwa pengiriman uang dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri (remitansi) pada tahun 2008 mencapai nilai US$ 6 milliar (atau sekitar Rp 6,6 trilyun). Dalam rangka memaksimalkan dampak pembangunan manusia dari migrasi, maka Pemerintah harus terus memperhatikan keberadaan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dengan meningkatkan pelayanan sejak keberangkatan hingga kepulangan, seperti:

Peningkatan kordinasi antar instansi terkait dan penyederhanaan prosedur resmi bagi para tenaga kerja, melalui pengembangan Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) di daerah-daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja migran cukup besar, sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh BNP2TKI dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat di Mataram,

Pemberian pendidikan ketrampilan dan orientasi kerja sebelum keberangkatan, termasuk pengembangan jaringan Community Base Training Centre (CBTC), Kemudahan pengiriman uang (remitansi) dan pemberian pelatihan mengenai usaha produktif bagi keluarga di daerah asal, Peningkatan kerjasama penempatan dan jaminan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia dengan negara-negara tujuan, melalui kesepakatan resmi secara bilateral.

Sebagai indikator pembangunan manusia, UNDP telah mengembangkan Human Development Index (HDI) yang mencakup 3 komponen dasar yang secara operasional dapat menghasilkan suatu ukuran untuk merefleksikan upaya pembangunan manusia di suatu wilayah, yaitu:

  1. peluang hidup (longevity) yang diukur berdasarkan rata-rata usia harapan hidup,
  2. akses terhadap pengetahuan (knowledge) yang diukur berdasarkan prosentase kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat partisipasi bersekolah yang diperoleh dari rasio gabungan pendaftaran bersekolah dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas.
  3. standard hidup yang layak (decent living) yang diukur berdasarkan pendapatan per kapita dalam paritas daya beli dalam dollar AS.

Ketiga dimensi ini mempunyai nilai standar antara 0 dan 1, dimana angka rata-rata sederhana diambil untuk mendapatkan nilai HDI pada kisaran 0 dan 1. Kualitas pembangunan manusia kemudian dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu:

(i) kategori sangat tinggi (HDI > 0.900),

(ii) kategori tinggi (HDI antara 0.800 – 0.900),

(iii) kategori menengah (HDI antara 0.500 – 0.800), dan

(iv) kategori rendah (HDI < 0.500).

Dengan menggunakan data dikumpulkan tahun 2007 sebelum terjadinya krisis keuangan global, UNDP mengumumkan peringkat pembangunan manusia di 182 negara, dimana Norwegia tetap menempati peringkat ke-1 (dengan indeks 0.971) dan Republik Niger menempati peringkat ke-182 (dengan indeks 0.340). Adapun 10 Negara yang memiliki indeks pembangunan manusia paling baik setelah Norwegia, berturut-turut Australia (0.970), Eslandia (0.969), Kanada (0.966), Irlandia (0.965), Belanda (0.964), Swedia (0.963), Perancis (0.961), Swiss (0.960) dan Jepang (0.960). Sedangkan negara super-power seperti AS berada di urutan 13 (0.956), Inggris di urutan 21 (0.947), dan Jerman di urutan 22 (0.947).

Apabila diperhatikan dengan seksama terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia, indeks HDI mengalami kenaikan dari 0.729 menjadi 0.734, namun tetap berada pada peringkat ke 111 dan berada dalam kategori Menengah seperti tahun sebelumnya. Kenaikan indeks tersebut disebabkan oleh kenaikan indikator PDB per kapita (dari US$ 3,532 menjadi US$ 3,712) dan usia harapan hidup (dari 70,1 menjadi 70,5 tahun), sedangkan tingkat kemampuan baca-tulis orang dewasa dan rasio pendaftaran bersekolah tetap sama (yaitu 90% dan 68,2%). pendapatan per kapita di Indonesia setiap tahunnya telah semakin meningkat. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap positif di saat sejumlah besar negara mengalami kontraksi akibat krisis ekonomi global tahun 2008 (sebesar 4%, yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi ketiga setelah China dan India) berpotensi meningkatkan peringkat HDI dalam laporan tahun mendatang. Untuk meningkatkan indikator pendidikan, Pemerintah telah meningkatkan alokasi anggaran pendidikan hingga mencapai 20% dari APBN sesuai amanat konstitusi. Begitu pula sejumlah Pemimpin Daerah (baik Gubernur, Walikota dan Bupati) telah memprioritaskan dan melaksanakan program pendidikan dan kesehatan yang murah (bahkan gratis). Dalam bidang kesehatan, Pemerintah telah berusaha meningkatkan pelayanan kesehatan dengan mengembangkan program jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Selain program kesehatan yang bersifat kuratif, pengembangan program yang bersifat preventif perlu diberdayakan, agar masyarakat semakin memahami pola hidup sehat yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Keberpihakan dan keperdulian dalam bidang pendidikan dan kesehatan ini perlu semakin diperluas secara merata ke seluruh wilayah Indonesia, agar pencapaian peningkatan indeks pembangunan manusia di Indonesia dapat lebih baik dibandingkan pencapaian negara-negara lainnya.

Akhirnya dimensi permasalahan pembangunan di Indonesia mengharuskan adanya kebijakan menyeluruh serta terukur pencapaiannya. Upaya mengatasi masalah pembangunan manusia tidak hanya persoalan bagaimana mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin, melainkan yang lebih penting adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin. Untuk mencapai pertumbuhan yang berkualitas diperlukan stabilitas ekonomi makro dan kebijakan yang berpihak pada penanggulangan kemiskinan. Langkah yang perlu diambil antara lain dengan menjaga tingkat inflasi, termasuk menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Selain itu diperlukan upaya untuk mendorong penciptaan kesempatan kerja dan berusaha yang lebih luas dan merata di seluruh daerah, agar mampu menjangkau masyarakat miskin, melalui revitalisasi pertanian serta usaha mikro, kecil dan menengah. Untuk meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dan kesehatan dapat dilakukan melalui pemberian beasiswa, perbaikan infrastruktur kesehatan dan infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi, serta pemberian pelayanan gratis bagi masyarakat miskin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar