Jumat, 14 Oktober 2011

Buktikan Kemampuan Sebuah Kemauan

Goenarni Goenawan, Buktikan Kemampuan Sebuah Kemauan

Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Menjadi pegangan Goenarni Goenawan untuk menepis segala badai dalam kehidupannya. Dengan tegar, ia melangkahkan kakinya dari Surabaya ke Jakarta dan dari satu bidang karir ke bidang karir yang lain. Imbalan yang setimpal pun kini sudah berada dalam genggamannya

Manusia berencana, Tuhan menentu-kan. Begitulah gambaran hidup Goenarni Goe-nawan, Direktur Utama TVI Express Indonesia. Dikatakan begitu, sebab sebagai sarjana ekonomi akuntansi dari Universitas Airlangga, Surabaya, perempuan yang akrab disapa Goen ini merasa wajar saja jika bercita-cita bekerja di kantor akuntan yang bertebaran di Ibukota Provinsi Jawa Timur itu hingga mencapai posisi puncak sebagai finance manager atau bahkan finance director. Tapi, fakta berkata lain, kantor-kantor akuntan di kota itu bukan hanya sangat sedikit, melainkan juga semua posisi di bagian akuntansi dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi telah terisi.
Namun, dengan tekad harus bekerja, ia memutuskan untuk mengambil pekerjaan apa saja. Pekerjaan pertama yang ditekuni saat itu (sekitar tahun 1984−1985) yaitu sebagai karyawan akunting di sebuah pabrik, dengan gaji Rp325 ribu/bulan. Meski begitu, kelahiran Jember, 24 November 1960 ini tetap bangga, lantaran bisa memiliki pekerjaan. Selanjutnya, ia berpindah-pindah dari pabrik karton, pabrik pembalut wanita, hingga akhirnya pabrik keramik. Di PT Keramik Diamond yang berlokasi di Gresik ini, Goen merintis karir dari akunting, finance, hingga finance manager dengan kiat bekerja keras, menyelesaikan setiap tugas dengan baik, dan jujur.
Di sela-sela pekerjaannya, ia menerima tawaran seorang teman untuk berkunjung ke Jakarta. Di sana, ia diminta untuk memasarkan koin-koin GoldQuest International (koin koleksi dengan kadar 24 karat, red.) untuk area Surabaya. “Pada tiga bulan pertama, income saya seminggu dari menjual koin-koin itu sama besarnya dengan gaji terakhir saya. Hal inilah, yang memicu saya untuk mengundurkan diri dari PT Keramik Diamond dan bergabung sebagai marketer GoldQuest International, pada Januari 2000,” ungkap Goen, yang pada Juni 2000 mengundurkan diri dari PT Keramik Diamond dengan gaji terakhir sebesar Rp5 juta.
Di sisi lain, ia melanjutkan, ia mengundurkan diri karena mengetahui bahwa ia tidak akan mampu mengubah nasib, kalau selamanya hanya menjadi karyawan. “Saat itu, saya sudah memiliki tiga anak dan hutang yang harus segera dilunasi. Jadi, kalau saya tidak bekerja lebih keras dengan memasarkan suatu produk, bagaimana bisa memperoleh uang yang lebih banyak,” imbuhnya.
Di GoldQuest International, ia bekerja dengan strategi bonek atau bondho nekad (Jawa: modalnya cuma nekad, red.) yaitu dengan mengetuk setiap pintu rumah orang-orang yang tidak dikenalnya. Lalu, menawarkan produknya secara apa adanya. “Contoh, suatu saat, ketika sedang di Bali, saya mengalami kecelakaan dan secara tidak disengaja ternyata saya sedang berdiri di depan rumah pemilik usaha MLM (Multi Level Marketing) Forever Young Indonesia. Lantas, saya ketuk pintu rumahnya dan menawarkan produk saya kepada pemilik rumah. Istri pemilik rumah meminta saya datang seminggu lagi. Padahal, saya datang ke Bali ini dengan naik pesawat terbang dan suami saya tidak mengizinkan saya menginap,” kisahnya.
Tapi, dengan semangat bonek dan keinginan serius untuk membangun jaringan, seminggu kemudian ia datang lagi ke tempat itu dan menawarkan dagangannya. Imbasnya, dalam tempo tiga bulan, ia telah memiliki jaringan di Pulau Dewata ini sebanyak seribu orang. Selanjutnya, ia datang terus-menerus ke Bali selama enam bulan hingga akhirnya jaringannya menjadi begitu besar dan mendunia.
“Sebenarnya, modal saya yaitu pertama, kemauan untuk mengubah nasib. Kedua, keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya. Ketiga, AMO atau Asal (kamu) Mau (ng)Omong. Kalau kamu tidak mau ngomong, maka orang lain tidak akan tahu. Tapi, kalau kamu mau ngomong, orang lain akan tahu dan akhirnya kita akan memiliki apa yang disebut network,” tegasnya.
Namun, tidak berarti semua itu diraihnya semulus jalan tol. Cobaan demi cobaan pun harus dihadapinya. Seperti, distributor kenalannya yang tidak mau diajak kerja sama tapi malah mengiranya sekadar ingin meminta uang, saudara-saudaranya yang tidak mendukung bahkan menyalahkan sikapnya yang keluar dari posisi karyawan yang sudah mapan dan meninggalkan suami, dan konflik dengan sang suami.
“Tahun 2001, saya bertekad mengubah nasib dengan pergi ke Jakarta. Untuk itu, saya terpaksa meninggalkan anak-anak di bawah asuhan suami yang pecandu narkoba. Saya telah memberikan segalanya terhadap dia, tapi dia justru ‘memukul’ saya. Karena tidak ada jalan keluar dari konflik ini, maka saya mengkonsultasikan masalah ini ke seorang pengacara. Dari situ, saya memutuskan untuk menceraikannya dan memenangkan hak asuh atas ketiga anak kami. Lalu, saya membawa mereka pindah dari Surabaya ke Jakarta,” tutur Ibu dari Yudha serta si kembar Ghea dan Thea ini.
Cobaan belum berakhir sampai di situ. Ia terpaksa mengakhiri karir cemerlangnya di GoldQuest International yang telah dijalani selama tiga tahun, karena harga emas semakin lama semakin naik. Sehingga, sudah sangat sulit menjualnya. Kemudian, ia memutuskan untuk fokus mengurusi anak-anaknya yang mulai bersekolah. Sementara, untuk mengisi pundi-pundi keuangannya, ia bekerja apa saja. Misalnya, membuka rumah makan, kendati kemudian gagal.

Dalam kondisi keuangan yang semakin lama semakin menipis itu, ia didiagnosa oleh dokter di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, mengidap kanker lever dan harus segera dioperasi. Demikian pula diagnosa dari tujuh dokter di Indonesia. “Saya tidak mau dioperasi. Saya memutuskan untuk mengatasi kanker itu dengan banyak berdoa, mengubah pola hidup, serta banyak berbagi dengan orang-orang yang kurang beruntung hingga sekarang. Tirakat, istilah Jawa-nya.

Dua tahun kemudian, saya memeriksakan lagi penyakit saya dan ternyata kanker itu sudah lenyap. Dari sini, saya memetik pelajaran: kanker akan hilang ketika stres hilang,” tegasnya.
Tahun 2006−2009, ia memutuskan untuk bekerja lagi dengan berjualan perhiasan, di antaranya gelang bertahtakan berlian dengan fungsi kesehatan. Untuk itu, ia menyewa outlet di Grand Indonesia dan menamai outlet-nya Agems. Tapi, bisnis ini terpaksa ditutupnya pada April 2010, karena ia tidak mempunyai cukup waktu lagi mengurusi toko tersebut. Lebih dari itu, saat itu, ia sudah mulai mengenal TVI Express. “Dari sini, saya memetik suatu pelajaran bahwa kunci sukses dalam berbisnis yaitu segala sesuatu harus dikerjakan dengan serius. Kalau perlu, 24 jam,” katanya.
TVI Express tidak berbeda dengan berbagai biro perjalanan pariwisata yang bertebaran di Indonesia. Tapi, perusahaan berbasis internet dan berkantor pusat di London, Inggris, ini mengkhususkan pada “penjualan” paket kamar hotel berbintang tiga sampai lima. Untuk menjalankan TVI Express ini, ia menyewa sebuah ruangan di lantai 4 SCT Senayan. Selain itu, untuk dapat menjualkan merchandise TVI Express, seperti jaket, topi, dan sepatu, ia memegang Surat Izin Usaha Perdagangan.
“Dalam perkembangannya, merchandise ini saya ekspor ke Bangkok, India, Dubai, dan sebagainya. Dalam perjalanannya, muncul ide di kepala saya yaitu jika menjual merchandise-nya saja laku, mengapa tidak sekalian menjual ‘produknya’ yaitu paket kamar hotel sekaligus tempat-tempat wisata di Indonesia. Apalagi, pariwisata Indonesia sangat potensial,” ujarnya.

Ide yang kemudian diterima oleh TVI Express International itu, terbukti benar. Ketika ia mengadakan berbagai acara dari Sabang sampai Merauke sepanjang Januari−April 2010, teman-temannya dari berbagai negara seperti Nigeria, Filipina, dan Kazakhstan berdatangan. Termasuk di acara terakhir yang diadakannya yaitu Visit Gianyar di Bale Agung.
Selanjutnya, ia melirik bisnis pemasaran tiket pesawat terbang. Untuk itu, ia mengajak “member” TVI Express International untuk menanamkan modal mereka guna membangun maskapai penerbangan impiannya yaitu Pacific Royal Airways. “Ide ini muncul ketika saya merasa setelah Mandala tidak ada lagi, transportasi udara menjadi berkurang. Padahal, begitu banyak orang yang ingin naik pesawat terbang. Di sisi lain, pesawat terbang merupakan solusi yang membantu pemerintah menyambungkan pulau yang satu dengan yang lain,” katanya.
Saat ini, Pacific Royal Airways yang menempatkan hanggarnya di Bandung dan nantinya memiliki 80 rute, telah membeli lima Fokker F-50 dan menyewa lima Airbus A-330 dan A-320. “Dengan adanya penerbangan ini, saya berharap nantinya tidak ada lagi daerah tertinggal,” tegas putri mantan pejuang 45 (masa penjajahan Jepang) ini.
Namun, Goen belum akan berhenti sampai di sini. Perempuan yang pada 21 April lalu memperoleh penghargaan sebagai salah satu Perempuan Indonesia Inspiratif 2011 dari Majalah Kartini ini, pada 8 Oktober nanti, akan mengadakan acara di Bukit Sentul yang akan dihadiri 10 ribu orang, di antaranya dari Filipina. Dalam acara ini, ia akan memperkenalkan budaya Jawa Timur ke orang-orang Jakarta. Di samping itu, ia juga berencana membuka hotel berbintang tiga dan lima di setiap kota. Sementara, secara pribadi, wanita yang sampai sekarang masih menjalin hubungan baik dengan mantan suaminya yang telah bertobat ini, ingin memberikan yang terbaik bagi buah hatinya.
“Sekarang saya sudah berada di posisi puncak. Dari sini, saya menarik pelajaran hidup bahwa cita-cita tidak harus tercapai. Kalau memang tidak mampu mencapainya, tidak perlu dipaksakan. Ternyata spesialisasi dan talenta saya ada di dunia.


BMG (Boedylaw Management Group)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar