Jumat, 21 Desember 2012

Benarkah Agama dan Manusia Memiliki Hubungan Yang Menarik





         Seperti yang kita ketahui tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar agama yang mengatur ibadah ritual belaka.
Sayangnya, pada saat ini, kebanyakan kaum muslim tidak memahami hal ini. Mereka memahami ajaran Islam sebagaimana para penganut agama lain memahami ajaran agama mereka masing-masing, yakni bahwa ajaran agama hanya berlaku di tempat-tempat ibadah dan dilaksanakan secara ritual, tanpa ada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut biasanya disebabkan karena dua hal: Pertama, terjadinya gerakan pembaruan di Eropa yang fikenal sebagai Renaissance dan Humanisme, sebagai reaksi masyarakat yang dikekang oleh kaum gereja pada masa abad pertengahan atau Dark Ages, kaum gereja mendirikan mahkamah inkuisisi yang digunakan untuk menghabisi para ilmuwan, cendikiawan, serta pembaharu. Setelah itu, pada masa Renaissance, masyarakat menilai bahwa Tuhan hanya berkuasa di gereja , sedangkan di luar itu masyarakat dan rajalah yang berkuasa. Paham dikotomis ini kemudian dibawa ke Asia melalui penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa; Kedua, masih adanya ulama-ulama yang jumud, kaku dalam menerapkan syariat-syariat Islam, tidak dapat atau tidak mau mengikuti perkembangan jaman. Padahal selama tidak melanggar Al-Qur’an dan Hadits, ajaran-ajaran Islam adalah luwes dan dapat selalu mengikuti perkembangan zaman. Akibat kejumudan tersebut, banyak kalangan masyrakat yang merasa takut atau kesulitan dalam menerapkan syariat-syariat Islam dan menilainya tidak aplikatif. Ini membuat masyarakat semakin jauh dari syariat Islam.
Paham dikotomis melalui sekularisme tersebut antara lain dipengaruhi terutama oleh pemikiran August Comte melalui bukunya Course de la Philosophie Positive (1842) mengemukakan bahwa sepanjang sejarah pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahap:

1.tahap teologik.
2. tahap metafisik, dan 
3. tahap positif.
Pemikiran tersebut melahirkan filsafat positivisme yang mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, melalui sekularisme. Namun teori tersebut tidaklah benar, sebab perkembangan pemikiran manusia tidaklah demikian, seperti pada zaman modern ini (tahap ketiga), manusia masih tetap percaya pada Tuhan dan metafisika, bahkan kembali kepada spiritualisme.
Sejarah umat manusia di barat menunjukkan bahwa dengan mengenyampingkan agama dan mengutamakan ilmu dan akal manusia semata-mata telah membawa krisis dan malapetaka. Atas pengalamannya tersebut, kini perhatian manusia kembali kepada agama, karena: (1) Ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama, kembali pada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2) harapan manusia pada otak manusia untuk memecahkan segala masalah di masa lalu tidak terwujud.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah membawa manusia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, namun dampak negatifnya juga cukup besar berpengaruh pada kehidupan manusia secara keseluruhan. Sehingga untuk dapat mengendalikan hal tersebut diperlukan agama, untuk diarahkan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.

Semoga pengetahuan kita bertambah hari ini.

Referensi: 

Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Al-Qardhawy, Yusuf. Fiqih Daulah dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.